Thursday, February 8, 2007

cerita tadi pagi...

Pagi,tapi masih gelap. Pasti dan tentu saja, jam komputer masih di angka 12:45 AM. Pagi, tapi masih buta.

Buka-buka file lama yang jarang tersentuh, karena lupa dan malas barangkali. Aku menemukan surat, isinya luka, dari seorang gadis em..bukan gadis, tapi janda, ia lebih senang kalau menyebutnya demikian, dan aku tahu alasannya.

Seperti sudah punya suami, hampir punya anak, tapi anggap saja saya bercerai dengan calon suami saya..

Miris mendengarnya, seperti ada luka yang tergores dan tiba-tiba saja ada air jeruk nipis menetes, perih, seperih itu rasanya,

Aku bisa merasakannya, mbak..

Sekitar setahun lalu, masih hangat di memoriku, Ia bercerita, seketika saat Ia terluka. Ia menulis surat ini setelah sedikit membuka percakapan yang penuh tangis dan rintihan sakit, aku tahu pasti Ia terluka, batin dan fisiknya. Berkali-kali Ia membuka celana,

Ini..disini,sakit..sakit..kamu bisa merasakannya?

Meringis, hanya itu ekspresi wajahku padanya, agar Ia tahu kalau aku juga turut merasakannya.

Iya..mbak, kenapa bisa memar seperti itu?

Sepertinya Ia terlempar, atau jatuh mungkin, terdorong dengan kekuatan yang luar biasa, bisa jadi. Tapi dari lukanya, juga tangisnya, Ia sangat menderita.

Padahal saya sangat mencintai dia...kami dulu pernah berjanji, bahkan saya pernah bersumpah, jangan sampai dia menyakiti saya sampai fisik saya terluka,tapi kenyataan sekarang...

Aku juga ikut bersumpah pada saat itu, laki-laki. Itu laki-laki, yang menyakitinya. Apa yang Ia alami sangat bertolak belakang dengan wacana yang selalu Ia diskusikan di kesehariannya, tentang perempuan, kekerasan dalam rumah tangga, trauma juga penyakit mental. Kontras, aku semakin miris.

Kok besar sekali, mbak? Jatuh? Dipukul?Kena apa mbak?

Peduli, sepertinya itu yang Ia butuhkan. Juga kantong, agar beban yang Ia pikul sedikit berkurang.

Iya..didorong, Dia marah kepada saya..jadi kekuatannya mengumpul, saya terpelanting lumayan jauh..kena siku, tempat tidur..tapi sebelumnya tangan saya sempat mendarat di pipi Dia, Dia sudah keterlaluan...tapi saya juga spontan..

Tangan saya ditarik ke kamar, saya didorong...

Tangis itu kembali pecah, tanpa suara, hanya airmata. Sakitnya sudah ada di klimaks, matanya seperti ingin mengatakan kalau Ia sudah pasrah. Matanya tak lagi menggebu dan hangat seperti biasa, nyala itu luruh. Ia sungguh-sungguh tersiksa.

Bagaimana? Apa saya harus pergi meninggalkannya? Tapi saya sangat mencintainya, harta saya satu-satunya sudah Dia punya...Saya benar-benar,mencintainya..tapi Saya takut kalau sakit ini hanya terhimpun, lalu membesar dan pecah, seperti bom waktu yang saya atur sendiri waktu peledakannya.. saya tidak mau menyimpan luka, saya tidak mau meninggalkannya..

Aku hanya mendengar, karena otakku seperti terserap ke sebuah tempat tanpa gravitasi bumi, melayang-layang entah berpencar kemana. Sebesar itu, lebih besar dari luka di balik celananya. Berpikir. Mencoba saja, agar ada kata-kata yang keluar dari mulutku. Tidak berhasil, aku mereka-reka kejadian yang Ia alami, dengan tubuh kecil yang Ia miliki dibanding dengan kekasihnya, yang jauh lebih tinggi meski tidak lebih besar dari nya. Pasti dan tentu saja, kalah. Aku tahu Ia bukan pemilik sabuk atau ban warna kuning atau hitam di taekwondo, putih apalagi. Rapuh, sangat rapuh. Bukan karena tidak punya bekal keahlian silat, tapi rapuh karena digerogoti oleh pil ketergantungan milik kekasihnya. Ia sudah sangat amat tergantung, bimbang untuk meninggalkan pergi kekasihnya karena pil itu tidak dijual bebas di apotik-apotik terdekat.

saya hanya bingung, bagaimana nanti masa depan saya kalau saya meninggalkan Dia? Apa ada laki-laki yang mau dengan saya? Saya sudah berbentuk seperti ini..Apa ada yang mau dengan ‘bekas’ seperti saya...

Ketergantungan, addicted.

Mbak,

Lebih baik mbak sekarang mandi, kalau memang merasa kotor, luka itu akan aku obati, nanti aku akan ke apotik sebelah..

Meskipun aku tau,sekotor apapun tubuhmu Mbak, hanya ada satu penawar yang bisa menghapus rasa bersalahmu, ada Kasih Mbak,ingat itu....

Bisa ada ya kejadian seperti ini terjadi di depan mataku? Seperti yang sering Ia ceritakan di depan forum, Ia pakai kisah para ibu, perempuan yang mengalami kekerasan, sebagai bahan agar para pendengar mau saat itu juga berhenti melakukan bahkan meminta untuk menghentikan keinginan untuk berbuat kekerasan di dunia ide yang mereka miliki. Tapi Ia, kini, luar biasa rapuh.

Terima kasih sekali, saya akan kembali ke rumah, tadi ibu dan ayah saya tahu kalau saya teriak-teriak kesurupan di depan kekasih saya yang melotot matanya menghadapi saya.. saya tahu mereka mengkhawatirkan saya, meskipun mereka tidak pernah mengatakannya..

Hati-hati mbak, aku membatin saja. Aku yakin dia akan berhati-hati.

Menata kembali, hati dan otak ku yang terbang, menatanya kembali. Menghimpun kekuatan, menyusun nya agar aku tidak juga menjadi rapuh.

Tak lama, ada surat datang ke inbox,

Saya sudah hampir tidur, sudah merebahkan badan di dipan..Tapi tubuh saya masih terbayang jelas terdorong, di dipan ini..

Sudah hampir tidur, tapi saya urungkan niat, saya akan pindah ke kamar sebelah, saya akan tidur bersama ibu saya..

Tubuh saya kaku, tidak bisa miring ke kanan, memar ini menganggu saya..

Saya akan terlentang saja..

Sambil mengelap lelehan yang menetes di pipi, batin saya sesak.

Iya, aku melihatnya memar biru hitam di balik celananya besar sekali.

Pagi, tapi masih gelap. Matahari belum bertandang, apa mau matahari datang kalau jam komputer masih di angka 1:51 AM.

Gelap,

Seperti memar milik, Mbak.

No comments: